Jumat, 31 Agustus 2012

Selasa, 28 Agustus 2012

Minggu, 26 Agustus 2012

Mengenal sosok ARN

(Rajawali dari Indragiri) Oleh ; M. Nurrurahman S.IP
Berani, idealis, dan visioner itulah yang saya kenal dari sosok ARN atau pria yang bernama lengkap Ary Nugraha, awal perkenalan saya dengannya adalah terjadi 5 tahun silam tepatnya awal-awal masuk kuliah ketika pemilihan komting, ketika pada saat itu teman-teman lain hanya diam muncullah sosoknya ke depan kelas sebagai inisiator pemilihan dan terpilihlah salah satu orang yang dituakan diangkatan kami (2007) sebagai ketua komting.

Awalnya saya hanya melihatnya orang yang biasa-biasa saja, namun sosok ARN kerap kali unjuk gigi dalam hal diskusi-diskusi disetiap mata kuliah sehingga saya melihatnya sebagai mahasiswa yang berbeda dengan yang lainnya, hingga membuat saya dengannya kerap beriteraksi dan membuat saya semakin akrab pada pria yang sewaktu SMA adalah pengagum peterpan & atlet Taekwondo ini.

Ia bukanlah mahasiswa yang serba instan ataupun aktifis karbitan, sebab yang saya tau bahwa ia sudah menggeluti dunia organisasi sejak SMP meski awalnya mempunyai sifat yang pemalu (baca; rising star tribun pekanbaru hari Senin 16 Juli 2012), hal itu ia tunjukkan ketika awal kuliah dengan menjadi pengurus salah satu organisasi kerohanian kampus dan menjadi pengurus DKD Kwarda pramuka prov Riau, tepatnya awal semester 2 ia sudah mengikuti latihan kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam (LK1 HMI) disalah satu komisiriat UIN SUSKA Pekanbaru, menjadikan ia sebagai sosok insan cita yang bernafaskan islam yang saya kenal hingga saat ini.

ARN adalah tokoh muda potensial yang saya kenal, mampu merekayasa diri bukan karena ditokohkan ataupun menokohkan diri tapi karena ia memang mumpuni dalam merespon setiap situasi dan kondisi yang terjadi, saya masih ingat bahwa ia telah mengikuti LK 2 HMI ketika masih semester 4, sebuah catatan prestasi yang baik untuk mahasiswa muda semester 4 sudah bisa lulus LK 2 HMI, tidak lama setelah itu yang saya ingat ia mengikuti SC HMI dan sekarang luar biasa ia telah banyak mencetak kader-kader baru di organisasi yang sangat dicintainya tersebut, Ia juga yang selalu memotivasi saya dan kawan-kawan untuk selalu aktif di organisasi intra atau ekstra kampus, meski pada akhirnya saya sendiri memilih aktif di organisasi Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila (SATMA PP) kota Pekanbaru.

Pendirian yang teguh yang melekat pada dirinya menjadikan ia sebagai sosok aktifis yang cukup disegani, perjuangannya yang tak mengenal putus asa membuat saya mengerti mengapa ia tetap ada hingga saat ini, ia bukanlah sosok yang pragmatis, doyan puja puji yang penuh pencitraan basi yang atau mengikuti sebuah organisasi hanya untuk menambah CV (Curiculum Vitae), ia tabah dan gagah menjalani dinamika hidup dan cobaan, tetap berjuang sampai titik darah penghabisan, dalam suatu pertarungan politik ia hadir bukan karena ‘disiapkan’ tapi karena ia memang telah ‘siap’ sehingga kalah sekalipun ia tetap berlapang dada dan berhati legawa, hal yang mendasari saya membuat catatan ini adalah bahwa saya adalah saksi hidup dalam beberapa pertarungan politik yang bang Ary ikuti walau pun belum diberi kesempatan tapi toh nyatanya ia tidak tenggelam kekalahan tersebut, malah semakin bangkit dan bangkit.

Dalam catatan sebagai seorang demonstran atau pergerakan parlemen jalanan ia bukan hanya sekadar pengikut namun yang saya ketahui ia selalu menjadi koordinator lapangan dan orator pematik semangat ‘hidup mahasiswa’ , ahli strategi dan taktik, dan ahli memainkan psikologi massa, wajar saja jika ia menjadi korlap pada sebuah demostrasi akan membuat aparat keamanan lebih meningkatkan kesiagaan, dan ia juga kerap menjadi sasaran bogem dan pentungan aparat, namun sekali lagi ia bukanlah orang yang pengecut atau berhenti berjuang hanya karena itu.

Semboyan “Solusi Semua Golongan” begitu melekat pada pria yang berkumis tipis ini, Pikirannya yang visioner , revolusioner, penuh dengan gagasan baru dan cerdas mencermati segala hal membuat ia kerap melakukan perlawanan terhadap hal yang ia anggap sebagai hal yang salah, tidang jarang akan menimbulkan perdebatan-perdebatan yang saya pikir apabila seseorang tidak dewasa dalam menanggapinya akan menimbulkan ‘like and this like’ atau tidak suka padanya, lantas mengapa bisa demikian? Hanya bang Ary sendirilah mampu untuk mengoreksi kedepannya. Seperti kata pepatah “Sudah tabiatnya tanah dilempari kotoran, toh malah akan membuatnya subur”.

ARN bukanlah sosok yang statis namun ia berjiwa dinamis, disatu sisi kehidupannya siapa yang menyangka bahwa dibalik karakternya tersebut ia adalah sosok yang romantis, Gemar meracik masakan, penggemar film-film atau lagu-lagu korea namun ia tidak suka gaya korea ala boy band (hehehe), bahkan urusan olah vocal suara ia tidak kalah dengan penyanyi top lainnya, itulah sebabnya saya bersamanya mencetus sebuah band dengan nama : ‘L 47’ yang diadopsi oleh nama dan nomor rumah tempat kami tinggal, band ini juga diprakarsasi oleh, Rachman (Bassis), Adrius (Drammer), Rahim (Gitaris) dan ARN sendiri sebagai (Vokalis), Mengenai sisi kehidupannya yang lain mungkin sobat-sobat lainya juga dapat memberikan penilaian dan bercerita seperti apa, tapi soal kehidupan asmara mungkin bisa kita lanjutkan ceritanya di lain kesempatan, namun yang pasti soal cinta saya yakin bang ary juga manusia......!hehehe


Salam Bhanti untukmu Negri……..!!!!

coretan_rachmanologyka#part1

#Sahabat ARN.

Jumat, 17 Agustus 2012

Menggugat Kedaulatan Rakyat


“Menggugat Kedaulatan Rakyat”
Refleksi kritis 67 Tahun Kemerdekaan Indonesia
Oleh : Ary Nugraha*
(Terbit di Koran Haluan Riau hal 4 Tgl 16 agustus 2012)
Hari ini Negara Indonesia telah mencapai usia yang sudah terbilang tidak lagi belia yakni memasuki usia yang ke-67 tahun.  sejak diproklamirkannya kemerdekaan oleh Bung karno dan bung hatta pada tanggal 17 agustus 1945. Jika kita mencermati tujuan dari kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperjuangkan para Founding Father ialah sebagaimana tercantum didalam pembukaan UUD 1945 “…….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban didunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia…..” merupakan tujuan yang sangat mulia sebuah hikmah dari perjuangan melawan kolonialisasi penindasan yang dialami bangsa Indonesia berabad-abad lamanya. Mengantarkan seberkas harapan rakyat Indonesia menuju kesejahteraan dan keadilan serta kemakmuran hidup tanpa penindasan.
Sebuah pertanyaan menggigit saya pikir jika kita berupaya untuk menyelami apa yang dirasakan oleh Rakyat Indonesia selama 67 th merdeka atas kedaulatannya. Sudahkah Rakyat Indonesia kini merasakan Kedaulatannya secara utuh ?  meskipun telah merdeka selama 67 tahun lamanya? Realitas yang terjadi ternyata Rakyat Indonesia masih belum menikmati kemerdekaan yang hakiki karena masih terkungkung “penjajahan” berupa kemiskinan, ketidakadilan, tingkat criminal yang tinggi, pendidikan dengan biaya tinggi, kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta praktik korupsi yang masih merajalela menyelimuti system politik dan ekonomi Indonesia. Dibidang Ekonomi dan perdagangan misalnya, rakyat Indonesia kini hanya dijadikan sumber kapitalisasi distribusi pasar bagi produk-produk asing. Parahnya lagi, serbuan produk asing bukan hanya berasal dari sector manufaktur, tetapi juga hampir semua sector termasuk pertanian. Kedaulatan rakyat yang dijamin didalam UUD 1945 sepertinya masih sebatas formalitas aturan belaka “ Kedaulatan berada ditangan rakyat –UUD 1945 Pasal 1 ayat 2-“
Padahal kita ketahui Indonesia yang merupakan sebuah Negara kepulauan yang terbentang dari sabang sampai merauke terdiri dari 13.487 (jumlah berdasarkan konvensi PBB) memiliki potensi sumber Daya Alam yang melimpah ruah. Dimulai dari kekayaan Kelautan, perikanan, pertambangan, kehutanan, pertanian, flora, fauna, dll. Merupakan sebuh warisan Tuhan yang tak terhingga  untuk bangsa Indonesia. Jika potensi kekayaan tersebut dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan kedaulatan yang dimiliki maka kesejehteraan adil dan makmur sudah lama terwujud. Tapi sayang ibarat pepatah “jauh panggang dari api”
Kita juga begitu terbiasa dengan budaya “gensi” yang sengaja diciptakan agar menjadi masyarakat yang konsumtif. Coba anda nilai bagaimana tingkat keberhasilan atau kekayaan seseorang diukur. Dari kendaraan yang ia miliki, dari cara berpakaian, dari apa yang dimakan dsb. Lambat laun kita menilai hal itu sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah dikalangan masyarakat. Padahal berbagai pihak yang kita elukan dengan menyebut “investor Asing” sangat banyak diuntungkan dari ini semua. Kita seperti memberi uang Cuma – Cuma agar dikenal sebagai orang yang sedikit terhormat. Hingga pada akhirnya kita tetap akan dikenal sebagai negara penting penyumbang devisa untuk negara lain. Dan Pada akhirnya, jangan terlalu bermimpi tentang negara yang kaya, “gemah ripah loh jinawi” seperti kata kakek nenek kita dulu. Jangan terlalu banyak berkata tentang kejayaan bangsa kita dimasa lampau. Negeri ini telah terjun bebas kedalam penguasaan asing. Dan kitapun telah ditiupkan angin semilir yang berhembus menidurkan hati nurani. Tidur dari lahir hingga keperadilan padang Mahsyar. Dan baru tersadar, bahwa kita tidak pernah melakukan apapun dalam tidur yang pernah kita hidupi. Sebab kedaulatan rakyat masih hanya sebatas omong kosong. Lantas masih percayakah kita tentang kedaulatan di Negara ini (Indonesia:baca)??
Memaknai Kedaulatan Rakyat
Kita pasti sudah tidak asing lagi mendengar “Kedaulatan Rakyat” namun perlu sekiranya  sedikit kita membahas tentang konsep kedaulatan rakyat agar terjadi kesesuaian paham dalam memahami alur pikir tulisan ini. Agar tidak terjadi bias tafsiran tentang mengapa penting kita menggugat kata sakti (Kedaulatan rakyat) dinegara yang menganut system demokrasi.
Kedaulatan Rakyat atau demokrasi adalah sebuah kata magis yang mampu membius berjuta manusia di belahan dunia manapun dengan tanpa mempedulikan sekat sekat konvensional. Sepertinya kata itu menjadi sejenius obat mujarab bagi rakyat, apalagi tertindas. Semua perjuangan demi perbaikan nasib rakyat selalu mengatasnamakannya dan pada dasarnya adalah sebuah upaya mengejawantahkan kata itu kedalam keseharian. Tetapi disisi lain ada usaha yang menghalangi, terutama dari pihak yang berkuasa, dan tak jarang ditebus dengan harga yang amat mahal. Sebab seiring dengan menguatnya posisi kata itu maka semakin melemah pula posisi kekuasaan dalam masyarakat. Sangat tampak sekali dalam usaha menjabarkan makna kata itu penuh dengan konflik kepentingan antara pihak yang berkuasa dengan rakyat.
Sesungguhnya memperbincangkan konsep kedaulatan rakyat itu adalah berbicara tentang keberadaan jaminan akan hak hak rakyat, baik yang tertuang dalam konstitusi maupun dalam penegakan hukumnya (law enforcement). Pernyataan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat dan rakyat tentunya akan melahirkan sistem kekuasaan yang akan menguntungkan  mayoritas. Rakyat-lah yang menjadi sumber dan soko guru utama kekuasaan. Negara sebagai lembaga baru ada setelah rakyat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu membuat satu perikatan atau kontrak sosial. Dalam hal kepengurusan negara, rakyat kemudian mendelegasikan kepada institusi pemerintah. Pemerintahan satu negara baru ada kemudian setelah rakyat membentuknya lewat mekanisme ketatanegaran. Dari proses perkembangan negara dikemudian hari ternyata banyak ditemukan fakta adanya pemutar balikan makna hubungan antara negara dengan rakyat/masyarakat sipil. Seringkali pemerintah dengan mengatasnamakan negara membuat satu kebijakan yang justru merugikan rakyat. Hak rakyat diabaikan bahkan tidak jarang tidak diakui keberadaannya dalam sistem konstitusi.. Sampai sejauh mana ancaman terhadap hak hak rakyat tergantung atas sejauh mana konstitusi menjamin hak tersebut dan membatasi kekuasaan dalam bertindak. Sebab perbuatan penyalahgunaan kekuasaan adalah kecenderungan umum yang berlaku bagi semua tipe kekuasaan. Kekuasaan cenderung disalahgunakan dan kekuasaan yang mutlak pasti-lah disalahgunakan. Kesadaran akan bahayanya jika kekuasaan tidak terbatas/absolutisme itulah motiv awal yang memunculkan konsep kedaulatan rakyat. Jika kekuasaan tidak dibatasi pastilah terjadi pelanggaran hak, penyalahgunaan kekuasaan dan kehancuran negara.
Contoh kasus absolutisme yang berakhir dengan kehancuran terjadi pada tahun 1793 di Perancis. Era pemerintahan Raja Louis XVI adalah suatu jaman dimana kemiskinan, kelaparan, dan pajak yang tinggi bisa berdampingan dengan kenyataan tentang Raja korup yang hidup dalam istana mewah. Ratu Maria Antoinette yang gemar mengadakan pesta yang dibiayai kas negara. Pada situsi seperti itu, yang namanya rakyat hanyalah sekedar pelengkap penderita. Kebijakan publik diputuskan sepihak tanpa mengindahkan kebutuhan rakyat. Parlemen diadakan hanyalah untuk melegitimasikan segala keinginan penguasa, yang seringkali kelewat batas dan irrasional. Aku adalah negara dan negara adalah aku, ujar raja.
Lama kelamaan situasi yang mencekik seperti itu pastilah tak tertahankan oleh siapapun. Segelintir bangsawan dan mayoritas rakyat ingin perubahan. Titik kulminasinya saat rakyat bergerak ingin membatasi kekuasaan dengan menarik garis lurus tepat lewat leher raja, ratu beserta para bangsawannya. Kesemuanya mati dengan leher terpenggal di tiang guillotine. Saat kepala raja jatuh masuk kedalam keranjang algojo, dengan gemetar rakyat menyaksikan bahwa yang namanya ‘Putera Matahari’ itu juga manusia biasa, terdiri darah dan daging yang sama dengan orang kebanyakan. Kekuasaannya bukanlah sakral berasal dari sorga, melainkan tergantung pada kemauan rakyat. Kemauan atau kehendak rakyat ini kemudian oleh para pemikir diformulasikan kedalam tataran filosofis teoritik dengan diberi nama teori kedaulatan rakyat. Gema dari lonceng jaman baru inilah yang kemudian dijadikan azas kehidupan bernegara modern dan diteriakkan dengan lantang di mimbar parlemen,’ Kami berkumpul disini atas nama rakyat dan bubar atas perintah rakyat’.
Meneropong Kedaulatan Kita
Dari catatan sejarah tentang para Bapak Pendiri republik dapat diketahui bahwa sebenarnya ide tentang kebebasan dan persamaan, sebagai bagian integral dari konsep kedaulatan rakyat, bukanlah barang asing. Bahkan bisa dikatakan keberadaannya sama tua dengan ide negara Indonesia (staatsidee). Kenyataan tersebut bisa dilihat dari mewabahnya semangat negara nasional dan demokrasi yang melanda para pemuda terpelajar pada jaman itu. Salah satunya bernama Sukarno, dengan mengutip teorinya Ernest Renan, beliau selalu menekankan masalah persamaan nasib dan persamaaan cita cita sebagai syarat terbentuknya sebuah bangsa. Nasibnya sama yaitu dalam keadaan sama ditindas oleh kolonial Belanda dan cita citanya sama yaitu terwujudnya Indonesia yang merdeka dan berdaulat di atas wilayah bekas jajahan kolonial Belanda ( cat. Sabah, Serawak, Papua Nugini dan Timor Timur tidak termasuk.). Jauh sebelum tahun 1945, beliau pernah menulis dalam pidato pembelaan dihadapan sidang pengadilan kolonial, ‘Toh…diberi hak atau tidak diberi hak; diberi pegangan hidup atau tidak diberi pegangan; Diberi penguat atau tidak diberi penguat; tiap tiap makhluk, tiap tiap umat, tiap tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya kalau ia sudah terlalu sekali merasakan celakanya dari teraniaya oleh suatu daya angkara murka! Jangan lagi manusia, jangan lagi bangsa, walau cacingpun tentu bergerak berkeluget-keluget kalau merasakan sakit. Seluruh riwayat golongan golongan manusia atau bangsa bangsa yang bergerak menghindarkan diri dari sesuatu keadaan yang celaka’. Perjuangan bagi rakyat tertindas adalah satu kewajaran yang musti diupayakan kemenangannya dalam suatu pengakuan yang riil terhadap hak hak dasarnya.
Terlepas dari adanya perdebatan di PPKI mengenai perlu atau tidaknya hak hak rakyat dicantumkan dalam konstitusi, para Pendiri Republik telah bersepakat tentang Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Berkaitan dengan masalah jaminan hak hak rakyat, Hatta dengan nada kuatir beragumen tentang perlunya jaminan terhadap hak hak warganegara. Konstitusi sebagai hukum dasar haruslah memuat secara tegas jaminan hak-hak warganegara. ‘…..akan tetapi kita mendirikan negara yang baru hendaklah kita memperhatikan syarat syarat supaya negara yang kita bikin jangan menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus, kita membangunkan masyarakat baru yang berdasarkan kepada gotong royong, usaha bersama; tujuan kita adalah memperbarui masyarakat, tetapi disebelah itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan diatas negara baru itu suatu negara kekuasaan. Sebab itu ada baiknya dalam salah satu pasal, misalnya pasal mengenai warganegara disebutkan juga disebelah hak yang sudah diberikan kepada misalnya, Tiap tiap warganegara rakyat Indonesia, supaya tiap tiap warganegara jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk berkumpul dan bersidang atau menyurai dan lain lain’.(Naskah Persiapan UUD 1945).
Berangkat dari sejarah mengenai ide terbentuknya negara beserta konstitusinya, akan didapat satu gambaran yang terang mengenai tujuan didirikannya negara. Ide pembentukan negara mengandung sistem nilai yang memenuhi ruang kelembagaan negara, memberi makna dan arah bagi tujuan berdirinya sebuah negara. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 dapat ditemukan kata kata……Kedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada:…..’dan pada Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 dikatakan bahwa Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Rumusan ini semakin memberi gambaran yang terang bahwa Indonesia yang dimaksud para pendiri dahulu adalah Indonesia yang menjamin terwujudnya kedaulatan rakyat. Artinya, Rakyat benar benar berdaulat, ikut serta merumuskan kebijakan publik, mengawasi jalannya pemerintahan, melalui para wakil wakilnya di parlemen yang diawasi secara efektif lewat pemilihan umum yang didasarkan atas prinsip kebebasan dan persamaan politik. Klausul partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta jaminan atas hak merupakan satu satunya alat penjelas yang logis dan masuk akal guna menerangkan makna kedaulatan dalam rumusan konstitusi.
Penjabaran lebih detail mengenai jaminan akan hak hak rakyat dituangkan kedalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 UUD 1945. Disitu diatur tentang jaminan mulai dari hak persamaan kedudukan didepan hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak berserikat,berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (hak politik), Hak memeluk agama dan beribadat, Hak bela negara, Hak mendapat pengajaran (pendidikan), Hak ekonomi dan juga Hak jaminan pemeliharaan dari negara bagi fakir miskin dan anak terlantar.
Sekarang bagaimana dengan realitas hukum yang ada, apakah sudah sesuai dengan semangat kedaulatan rakyat yang tercantum dalam konstitusi atau belum? Sudahkah amanat UUD1945 dijalankan? Nampaknya tidak mudah menjawab pertanyaan ini sebab yang namanya demokrasi itu tidak cuma ditentukan oleh keberadaan lembaga konstitusionil atau badan badan resmi menurut rujukan sistem demokrasi universal. Adanya pemilihan umum berkala bukan sekaligus adanya jaminan kebebasan dan persamaan politik serta pemerataan ekonomi. Adanya DPR bukan langsung berarti berfungsinya sistem perwakilan/checks and balances. Adanya MPR belum tentu berarti rakyat sudah berdaulat. Adanya pers belum tentu ada kontrol sosial. Ada lembaga peradilan belum memastikan keadilan. Adanya Komnas HAM bukan berarti pelanggaran HAM sudah berhenti. Keberadaan lembaga lembaga tersebut hanyalah sebagai indikator demokrasi formal semata sedangkan hakekat kedaulatan rakyat itu menuntut terwujudnya jaminan akan hak hak secara riil / nyata bisa dirasakan oleh yang empunya hak (demokrasi materiil)
Realitas kekinian ternyata banyak ditemukan fakta adanya ketegangan antara rakyat dengan pemerintah terutama mengenai wujud perlindungan hak hak konstitusionil rakyat. Rakyat banyak yang protes dan ingin wujud yang nyata atas pengakuan hak tetapi disisi lain pemerintah sering gembar gembor dan merasa sudah melaksanakannya. Memang di Era reformasi ini rakyat lebih memiliki leluasa dalam menyampaikan pendapatnya, berbeda pada era sebelumnya yang mengungkung kebebasan berpendapat. Hanya saja apakah cukup kedaulatan rakyat tersebut diukur hanya sebatas memberikan kebebasan berpendapat, kebebasaan menentukan pilihan politik? Tapi tetap saja kehendak Rakyat selalu dikalahkan oleh kehendak rezim yang berkuasa terhadap pemerintahan dan kehendak pemilik modal. Era reformasi kini pun justru malah menambah persoalan kompleks sepertinya pada bangsa yang kemerdekaannya sudah mencapai usia lanjut.
Sebagai mana pandangan pemikiran hatta tentang Kedaulatan rakyat yang semestinya dikembangkan di Indonesia bukanlah Demokrasi Barat-an sih yang hanya menjamin Kedaulatan rakyat secara politik. Sebab demokrasi barat menurut hatta didasari oleh individualisme yang dapat menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu kedaulatan politik saja tidak cukup untuk dikatakan suatu bangsa itu telah merdeka tetapi haruslah ada pula kedaulatan ekonomi yang dimiliki oleh rakyat. Jika keduanya telah dimiliki maka barulah suatu Negara/bangsa rakyatnya dapat mencapai kesejahteraan adil dan makmur.
Untuk itulah bertepatan dengan HUT RI yang ke 67 ini sudah sepantasnya kita sebagai rakyat Indonesia mesti menggugat kedaulatan yang seharunya kita miliki. menyadari bahwa kita sebagai rakyat memiliki kekuatan secara kolektif. Kekuatan tersebut ialah kedaulatan rakyat yang diatur didalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2. Dengan kedaulatan rakyat tersebut artinya kita sebagai rakyat selain memiliki kewajiban juga memiliki hak yang mesti dipenuhi oleh Negara melalui pemerintahan yang telah kita (rakyat) percayakan untuk mengelola seluruh potensi negara untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan malah sebaliknya penguasa mengungkung kedaulatan, sebagai wujud kemerdekaan yang diwariskan founding father. Sehingga kemerdeakan sebagai jembatan emas, memang betul terwujud secara konkret dan mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat adilmakmur. Kekuasaan politik dan ekonomi tidak dinikmati oleh segelintir Elit apalagi oleh bangsa asing serta pemilik modal. Dengan demikian Kedaulatan  politik dan ekonomi merupakan sebuah hal yang harus kita sadari ialah sebuah hak bagi bangsa yang merdeka.
*Penulis Ketua BPL HmI Cabang Pekanbaru
1345169996608120354