Rabu, 15 Oktober 2014

Strategi Bersaing Mengadapi ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diselenggarakan pada akhir tahun 2015 telah kian mendekat. 

Adalah menjadi suatu tantangan dan juga peluang bagi para tenaga kerja dalam negeri untuk bersaing dengan tenaga kerja dari seluruh anggota Negara ASEAN. Berdasarkan data Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama tahun 2013, tercatat sebanyak 68.957 orang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia sedangkan pada tahun 2012 jumlahnya mencapai 72.427 orang, walaupun terjadi penurunan tenaga kerja asing yang berkerja di Indonesia namun tenaga profesional asing masih banyak dipekerjakan untuk menduduki posisi-posisi tertentu terutama di perusahaan besar yang berorientasi internasional di Indonesia. Republik Rakyat China, Jepang dan Korea Selatan, India dan Malaysia masih tetap mendominasi jumlah total TKA yang bekerja di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2014 mencapai 118,2 juta orang atau bertambah 1,7 juta orang dibandingkan jumlah penduduk yang berkerja pada Februari 2013. Penduduk bekerja berpendidikan tinggi hanya sebanyak 12 juta orang yang terdiri atas pendidikan diploma sebesar 3,1 juta orang atau 2,65 persen dan pendidikan universitas hanya mencapai 8,8 juta orang atau 7,49 persen. penduduk yang memiliki jenjang pendidikan SD ke bawah masih mendominasi jumlah tenaga kerja yaitu sebanyak 55,3 juta orang atau 46,8 persen, diikuti pendidikan SMP sebanyak 21,1 juta orang atau 17,82 persen. Melihat fakta yang terjadi dengan ketenagakerjaan di Indonesia tersebut, ketimpangan antara yang berpendidikan tinggi dengan yang rendah, antara tenaga kerja asing yang mendominasi posisi-posisi tertentu dibandingkan dengan tenaga kerja domestic, maka dari itu pemerintah, para pemilik perusahaan dan para tenaga kerja Indonesia harus mempersiapkan kualitas dan profesionalitas dari para tenaga kerja dalam menghadapi AEC 2015 agar mempunyai daya saing yang kuat dengan negara ASEAN yang lain dan lebih mendominasi pekerjaan/posisi di perusahaan di negaranya sendiri.. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas dari tenaga kerja, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Pendidikan formal dan informal. Memberikan pelatihan yang menunjang bidang pekerjaan yang digeluti dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi guna menambah pengetahuan para tenaga kerja dalam meningkatkan daya saing secara akademik.

2. Mengadakan seminar, workshop secara rutin yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu. Penambahan dan peningkatan wawasan sangat berguna bagi tenaga kerja pada level menengah ke atas, karena bisa digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan atau dalam pembuatan rencana dan strategi.

3. Meningkatkan penguasaan teknologi dan informasi. Tenaga kerja diberikan pelatihan tentang penguasaan teknologi yang dibutuhkan pada pekerjaan tertentu agar menghasilkan output yang lebih cepat dengan kualitas yang baik. Pengusaan informasi juga dapat membuat tenaga kerja lebih up to date dengan keadaan/kondisi yang terjadi di sekitar atau secara global.

4. Meningkatkan kualitas mental dan spiritual tenaga kerja. Dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja, tidak hanya mengutamakan segi pengetahuan, keahlian dan keterampilan. Akan tetapi, kualitas mental dan spiritual seperti: komitmen, keimanan, kejujuran, semangat kerja, kedisiplinan, terampil, inovatif, cerdas, bisa saling menghargai dan bertanggung jawab juga perlu ditingkatkan.

Dengan meningkatkan kualitas dan profesionalitas dari tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan daya saing dalam menghadapi persaingan AEC. Profesionalitas kerja juga akan menghasilkan tenaga kerja yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pekerjaannya dan lebih berkomitmen terhadap perusahaan. Kualitas kerja yang lebih baik akan meningkatkan output perusahaan yang lebih baik dan banyak sesuai target atau mungkin dapat melebih target yang diinginkan perusahaan. Strategi yang tepat harus diaplikasi dan diawasi oleh berbagai pihak serta dievaluasi agar meraih keberhasilan untuk memenangkan persaingan di AEC dan juga pasar global dan dapat mendominasi ketenagakerjaan dalam negeri sendiri.

Maka suatu keharusan para tenaga kerja maupun perusahaan mengupgrade kualitas SDM nya secara berkelanjutan dengan melakukan Training/Pelatihan peningkatan kapasitas dan motivasi bekerja agar dapat bersaing di era ASEAN Economy Community 2015.

Penulis Ary Nugraha adalah Founder 3 Huruf Management

Kamis, 28 Agustus 2014

Sang Hijau Hitam dan Persaudaraan

Sang Hijau Hitam harus tetap berkibar
berjalan melintasi waktu
sang Hijau Hitam harus tetap bersinar
satukan langkah kita dan jangan bercerai berai
sang Hijau Hitam jangan pernah berharap jadi besar saat kepentingan bicara
singkirkan ego mu singkirkan kepentinganmu demi jayanya Hijau Hitam….
Yakusa…!!

Persaudaraan kadang seperti tingkah dahan-dahan yang ditiup angin. Walau satu pohon, tak selamanya gerak dahan seiring sejalan. Adakalanya seirama, tapi tak jarang berbenturan. Tergantung mana yang lebih kuat: keserasian batang dahan atau tiupan angin yang tak beraturan.

Indahnya persaudaraan. Sebuah anugerah Allah yang teramat mahal buat mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan pun terlahir bersama persaudaraan. Ada tolong-menolong, terbentuknya jaringan usaha, bahkan kekuatan politik umat.

Namun, pernik-pernik lapangan kehidupan nyata kadang tak seindah idealita. Ada saja khilaf, salah paham, friksi, yang membuat jalan persaudaraan tidak semulus jalan tol. 
Ketidakharmonisan pun terjadi. Kebencian terhadap sesama saudara pun tak terhindarkan.
Muncullah kekakuan-kekakuan hubungan. Interaksi persaudaraan menjadi hambar. Sapaan cuma basa-basi. Tidak ada lagi kerinduan. Sebaliknya, ada kekecewaan dan kebencian. Suatu hal yang sulit ditemukan dalam tataran idealita persaudaraan Islam.

Lebih repot lagi ketika disharmoni itu menular ke orang lain. Keretakan persaudaraan bukan lagi hubungan antar dua pihak, bahkan merembet. Penyebarannya bisa horisontal atau ke samping, bisa juga vertikal atau atas bawah. Para orang tua yang berseteru, anak cucu pun bisa ikut kebagian.

Rasulullah saw. pernah mengingatkan itu dalam sabdanya, “Cinta bisa berkelanjutan (diwariskan) dan benci pun demikian.” (HR. Al-Bukhari)

Waktu memang bisa menjadi alat efektif peluntur kekakuan itu. Saat gesekan menghangat, perjalanan waktulah yang berfungsi sebagai pendingin. Orang menjadi lupa dengan masalah yang pernah terjadi. Ada kesadaran baru. Dan kerinduan pun menindaklanjuti.

Kalau berhenti sampai di situ, bisa jadi, perdamaian cuma datang dari satu pihak. Karena belum tentu, waktu bisa menjadi solusi buat pihak lain. Kalau pun bisa, sulit memastikan bertemunya dua kesadaran dalam rentang waktu yang tidak begitu jauh.

Perlu ada cara lain agar kesadaran dan perdamaian bertemu dalam waktu yang sama. Dan silaturahim adalah salah satunya. Inilah cara yang paling ampuh agar kekakuan, ketidaksepahaman, kekecewaan menjadi cair. Suasana yang panas pun bisa berangsur dingin.

Dengan nasihat yang begitu sederhana, Rasulullah saw. mengajarkan para sahabat tentang keunggulan silaturahim. Beliau saw. bersabda, “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih)

Menarik memang tawaran Rasul tentang manfaat silaturahim: luasnya rezeki dan umur yang panjang. Dua hal tersebut merupakan simbol kenikmatan hidup yang begitu besar. Bumi menjadi begitu luas, damai, dan nyaman. Sehingga, kehidupan pun menjadi sangat berarti.

Masalahnya, tidak mudah menggerakkan hati untuk berkunjung ke orang yang pernah dibenci. Mungkin masih terngiang seperti apa sakitnya hati. Begitu berat beban batin. Berat. Terlebih ketika setan terus mengipas-ngipas bara luka lama. Saat itulah, setan memposisikan diri seseorang sebagai pihak yang patut dikunjungi. Bukan yang mengunjungi. Kalau saja bukan karena rahmat Allah, seorang mukmin bisa lupa kalau ‘izzah bukan untuk sesama mukmin. Tapi, buat orang kafir.

Firman Allah swt. “Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap adzillah (lemah lembut) terhadap orang mukmin, yang bersikap ‘izzah (keras) terhadap orang-orang kafir….” (QS. 5: 54)

Setidaknya, ada tiga persiapan yang mesti diambil agar silaturahim tidak terasa berat. Pertama, murnikan keinginan bersilaturahim hanya karena Allah. Ikatan hati yang terjalin antara dua mukmin adalah karena anugerah Allah. Ikatan inilah yang menembus beberapa hati yang berbeda warna menjadi satu cita dan rasa. Sebuah ikatan yang sangat mahal.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka….” (QS. Al-Anfal: 63)

Jangan pernah selipkan maksud-maksud lain dalam silaturahim. Karena di situlah celah setan memunculkan kekecewaan. Ketika maksud itu tak tercapai, silaturahim cuma sekadar basa-basi. Silaturahim tinggallah silaturahim, tapi hawa permusuhan tetap ada.

Kedua, cintai saudara seiman sebagaimana mencintai diri sendiri. Inilah salah satu cara mengikis ego diri yang efektif. Ketika tekad ini terwujud, yang terpikir adalah bagaimana agar bisa memberi. Bukan meminta. Apalagi menuntut.

Akan muncul dalam nurani yang paling dalam bagaimana bisa memberi sesuatu kepada saudara seiman. Termasuk, memberi maaf. Meminta maaf memang sulit. Dan, akan lebih sulit lagi memberi maaf.

Hal inilah yang paling sulit dalam tingkat keimanan seseorang. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”

Ketiga, bayangkan kebaikan-kebaikan saudara yang akan dikunjungi, bukan sebaliknya. Kerap kebencian bisa menihilkan kebaikan orang lain. Timbangan diri menjadi tidak adil. Kebaikan yang bertahun-tahun bisa terhapus dengan kesalahan semenit.

Maha Benar Allah dalam firmanNya, “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa….” (QS. 5: 8 )

Tak ada yang pernah dirugikan dari silaturahim. Kecuali, tiupan angin ego yang selalu ingin dimanjakan. Karena, ulahnya tak lagi membuat tangkai-tangkai dahan berbenturan.
wallahu a’lam..

Senin, 11 Agustus 2014

Surat Terbuka Untuk Gubernur Riau Atuk Anas Ma’mun



Terus Terang Saya Kaget saat membaca berita media online RiauTerkini.Com tertanggal 7/8/2014 yang berjudul HAM juga Diduga Cabuli Putri Seorang Tokoh Riau  Seakan Tak percaya Sosok Berinisial HAM itu ialah pemimpin yang baru saja diamanahkan oleh Rakyat Riau untuk melakukan perbaikan dan perubahan pada Masyarakat Riau.

Entah apa yang ada di pikiran Gubernur Riau, Atuk Anas begitu beliau akrab disapa rakyat riau, saat itu ketika melakukan hal tak senonoh pada perempuan yang tak lain merupakan putri Tokoh Pendidikan Riau Soemardi Taher.

Pemimpin yang harapannya memberikan keteladanan pada masyarakat riau, pemimpin yang yang sekiranya kami anggap sebagai orang tua terlebih atuk anas dari segi umur sudah terbilang sepuh semestinya memberikan keteladan moral pada kami generasi muda yang nantinya akan meneruskan masa depan riau.

Namun apa yang dilakukan Atuk Anas, saya kira selaku Generasi Muda tentu keterlaluan. Terus Terang Saya tak habis pikir apa yang ada dalam pikiran atuk saat itu yang dalam usia seharusnya memperbanyak amal.

Terus terang hingga saat menulis tulisan ini Saya masih meragukan kebenaran apakah Benar Atuk Anas Melakukan Perbuatan yang tak senonoh seperti itu. Walau perbincangan dipublik riau telah sangat meluas. Saya Pikir Rasanya tidak mungkin, terlebih lagi saya mencoba kembali mencari kebenarannya, dengan mencari pemberitaan klarifikasi oleh Atuk Anas sendiri. Saya temukan pemberitaan klarifikasi tersebut di riauterkini.com tertanggal 10/08/2014 berjudul “Gubri Annas Bantah Tudingan Cabuli Sejumlah Wanita”

Jika memang apa yang diklarifikasikan oleh atuk anas bahwa tuduhan asusila tersebut tidak benar dikarenakan ada modus pemerasan kepadanya atau fitnah sebagai Generasi muda “Saya Akan Bela anda” 

Tetapi Jika informasi itu benar “Sebagai Generasi Muda” Saya tentu kecewa dan marah dan Siap membela para perempuan yang telah anda rendahkan harga dirinya itu

Dalam politik, memang ada adagium populer yang kebenarannya bisa mendekati sahih. Power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutely atau seseorang yang memegang kekuasaan, ia memiliki kecenderungan untuk melakukan penyelwengan. Dan barang siapa yang memiliki kekuasaan mutlak, maka pasti ia akan menyalahgunakan kekuasaannya.

Sepertinya, Atuk anas termasuk didalamnya. Dengan kekuasaan besar yang dimiliki, sehingga Nekat melakukan apa saja, Seperti berkata Kotor terhadap teman-teman wartawan beberapa waktu lalu, termasuk melakukan aksi pelecehan seksual terhadap perempuan terhormat !

Belum lagi reaksi atuk di saat Ulang Tahun Provinsi Riau dimana mahasiswa memberikan Al –Quran yang atuk tanggapi dengan mengatakan “Jangankan Presiden BEM, Presiden RI Saja Tak saya pedulikan”

Sadarkan Atuk anas bahwa kami Mahasiswa sebagai Generasi Muda Penerus Riau Kedepan semestinya anda pedulikan, dan anda perhatikan bahkan diberikan keteladanan yang baik.

Atau haruskah kami sebagai mahasiswa akan menjadi ancaman bagi Kelupaan Atuk sebagai mandataris Rakyat Riau !! bukankah Kedaulatan itu ada ditangan Rakyat ?

Apakah atuk tak menyadari bahwa kini zaman sudah berubah. Ini Bukan eranya lagi masyarakat Takut mengkritik bahkan tak kan segan-segan menghujat Penguasa yang bertindak menyimpang, termasuk melakukan tindakan-tindakan yang jauh dari cerminanan moralitas.

Yang perlu disadari oleh pejabat politik saat ini, zaman sudah terbuka. Dengan periode kebebasan pers saat ini, tak akan ada satupun pejabat politik yang lepas dari pengawasan. Tak ada lagi kepala daerah yang bisa mengeluarkan kebijakan maupun bertindak semuanya tanpa ada pengecekan dari publik.

Atuk anas hendaknya belajar. Pun demikian halnya dengan kepala daerah yang lain. Era kebebasan pers, semestinya dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja dengan jiwa kenegarawanan, memperbaiki moral agar menjadi teladan bukan dengan menyikapi dengan arogansi kekuasaan bak preman pasar yang menyebabkan hancurnya dirinya sendiri.

Saatnya kita semua berkaca dan merenung, Semoga Apabila Atuk Anas Maamun yang kami muliakan juga  membaca tulisan saya ini dapat merenungkannya secara mendalam

Tertanda : Ary Nugraha, S.IP
 Ketua Umum HMI Cabang Pekanbaru

Jumat, 04 April 2014

Stigma Politik Dalam Masyarakat Islam di Indonesia

Berbicara tentang politik merupakan topik diskursus yang menarik mulai dari pengamat politik di perguruan tinggi baik akademisi maupun praktisi, bahkan sampai kalangan kedai kopi pun sering membicarakan politik. Banyak orang yang mengatakan bahwa setiap langkah dalam suatu aktivitas politik adalah suatu hal di mana politik merupakan suatu perbuatan yang kotor dan selalu bermuatan negatif. Entah sejak kapan anggapan politik itu kotor terlintas dalam pikiran masyarakat. 

Menurut penulis adapun yang menyebabkan pola pikir masyarakat Indonesia khususnya masyarakat awam menganggap dan memaknai politik sebagai suatu perbuatan yang penuh dengan perbuatan kotor serta intrik licik dapat kita lihat pada masa awal penjajahan. Pada masa imperialisme dan kolonialisme menetapkan wilayah nusantara sebagai wilayah jajahannya. Belanda awalnya hanya bermaksud ingin melakukan perdagangan (ekonomi) di wilayah nusantara (Indonesia). Di mana untuk melakukan penguasaan ekonomi perdagangan dengan memonopoli perdangan rempah-rempah, sebagaimana nusantara pada saat itu dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Agar dapat menguasai  serta memonopoli perdagangan rempah-rempah belanda terlebih dahulu mestilah menguasai atau menundukkan kekuasaan para raja-raja di bawah kendali pengaruhnya. Tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan. Untuk itu lah demi meneruskan nafsu kuasanya, pemerintahan kolonial menerapkan politik devide et impera atau yang kita kenal politik adu domba.

Politik adu domba atau politik pecah belah sebenarnya adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Pada saat itulah mulai tertanam pada pikiran masyarakat Indonesia secara turun-temurun bahwa politik itu kotor. Oleh karena kotor, politik tidak boleh bercampur dengan sesuatu yang suci. Sebab sesuatu yang kotor apabila bercampur dengan yang suci, maka tentunya akan merusak kesucian.

Hubungan Politik dan Agama
Agama ialah suatu keyakinan yang dianut oleh seseorang atau suatu masyarakat bangsa. Di mana agama mengajarkan sesuatu hal yang baik dan menjauhi sesuatu hal yang tidak baik atau keji.  Agama mengajarkan bagaimana beribadah kepada sang pencipta agar kemudian terpancarkan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya untuk mencari rida-Nya. Agama juga mengajarkan persaudaraan serta kesetia kawanan dalam hubungan sosial yang tentunya sekali lagi bertujuan mencari rida-Nya. 
Jika agama mengajarkan suatu hal yang baik  kemudian politik diinterpertasikan suatu kegiatan yang menghalalkan segala cara tentu saja agama tidak boleh dicampurkan pada aktivitas politik. Sebab politik dianggap suatu kegiatan yang keji. Dalam istilahnya machiaveli mengatakan dalam politik itu tidak ada teman yang abadi, dan yang abadi ialah kepentingan. Maka konsekuensinya ialah sah-sah saja jika hari ini teman dan besok menjadi lawan apabila kepentingan sudah berbeda.

Inilah ajaran thagut, yang diwariskan bangsa kolonial sehingga menjadikan masyarakat Indonesia sampai hari ini menjadi fobia apabila berbicara agama dan politik. Ditambah pula hingga  hari ini warisan tersebut masih lestari subur. Dan itu tercermin pada perilaku-perilaku elite politik kita. Coba saja kita lihat perilaku kebanyakan para penyelenggara Negara. Perilaku adu domba, korupsi, fitnah, pembunuhan karakter, menindas rakyat, kebijakan yang berpihak pada kepentingan kapitalis telah menyelimuti alam pikiran serta dinamika politik kebangsaan selama 69  tahun kemerdekan Indonesia.

Lantas dengan demikian masih layakkah bangsa ini dikatakan merdeka? Seperti yang tercermin di dalam pembukaan UUD 1945. Padahal sudah tercantum jelas kemerdekaan Indonesia dilandasi “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas (Pembukaan UUD 1945 alinea 3)”.  Artinya tafsiran penulis bahwa kemerdekaan bangsa yang direbut melalui perjuangan fisik dan proses politik di dalam negeri maupun internasional tidak bisa terlepas oleh ajaran agama. Yakni atas berkat rahmat Allah. Sebab hanya orang beragama lah yang diajarkan tentang keyakinan bahwa segala sesuatu tidak terlepas oleh kuasa Tuhan.

Ialah Agama Islam yang mana pokok-pokok ajarannya yang tertuang di dalam Alquran dan Hadis. Bahwa Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur hubungan antarindividu manusia dengan Tuhan. Tetapi Islam sebagai sesuatu keyakinan juga mengajarkan tentang hubungan antara individu manusia dengan manusia lainnya. Termasuk mengenai hubungan mengenai bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang semua itu bertujuan untuk mencari rida Ilahi.

Memperbaiki Stigma Negatif
Kembali pada titik persoalan, munculnya stigma yang mengakar dalam masyarakat bahwa politik itu kotor, penuh dengan intrik dan aksi tipu-tipu akhirnya menimbulkan apatisme di kalangan masyarakat Islam di Indonesia. Sehingga bertentangan dengan prinsip agama terutama ajaran Islam. Padahal tidak demikian sebenarnya, yang terjadi ialah justru selama kita memisahkan politik dan agama maka selama itu pula kehidupan berpolitik di Negara ini menjadi karut marut. kacau dan galau .

Politik jangan lah dipahami tentang segala sesuatu dalam rangka memperebutkan kekuasaan, kemegahan, kekayaan. Jika demikian maka praktik menghalalkan segala cara akan digunakan. Pantas jika masyarakat berstigma negatif tentang politik. Padahal sesungguhnya politik itu ialah pemikiran yang berkaitan dengan pemeliharaan urusan umat atau rakyat. Politik sebuah cara atau seni dalam memahami realita yang mungkin terjadi pada masyarakat. Politik menjadi bersih atau sebaliknya tergantung dengan apa yang menjadi landasan dalam berpolitik. Dalam hal ini dapat kita analogikan pada sebuah permainan catur. Di mana sebelum memulai permainan, ada aturan yang mesti dipahami sang pemain. Ada ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar, masing-masing bidak memiliki aturan dalam setiap melangkah dan itu tidak boleh dilanggar.

Begitu juga permainan politik ada aturan yang mengatur. Seharusnya para pemain politik dalam hal ini politisi mestilah bermain sesuai dengan rule of the game yang telah ditentukan. Para politisi mesti memiliki fatsun politik yang menjadi sebuah pegangan. Jika etika politik menjadi pegangan sakral bagi setiap para politisi maka tentu akan menghasilkan iklim politik yang sehat.

Dengan adanya iklim politik yang sehat maka stigma negatif terhadap “politik” yang telah mengakar pada masyarakat agamis tentu akan berubah. Politik akan menjadi suatu keniscayaan untuk merubah nasib. Maka dengan begitu akan memunculkan partisipasi politik yang kuat di dalam masyarakat. Sehingga masyarakat pemilih terutama sekali adalah masyarakat Islam sebagai pemilih mayoritas di Indonesia dapat bergairah berpartisipasi dalam mensukseskan Pemilu.

Saya pikir momentum Pemilu 2014 ini adalah momen yang tepat untuk memperbaiki stigma negatif tentang politik. Tentunya dibutuhkan dorongan berbagai elemen. Dalam hal ini Negara, KPU, Bawaslu, aparat keaman, serta yang utama ialah Parpol dan media pers dalam memperbaiki stigma politik. Maka dengan cari itu masyakat golput dapat diminimalisir. Demokrasi politik pun semakin kuat, mengingat demokrasi merupakan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka partisipasi banyak rakyat terutama masyarakat islam sebagai mayoritas menjadi suatu keniscayaan yang harus kita capai.****

Penulis Ary Nugraha S.IP adalah Ketua Umum HMI Cabang Pekanbaru, alumni Fisip Universitas Riau.

#Terbit di Koran Haluan Riau 2 April 2014

Minggu, 02 Februari 2014

POLLING PELANTIKAN GUBERNUR RIAU & WAKIL GUBERNUR RIAU

Setujukah Anda Jika Pelantikan Gubernur Riau & Wakil Gubernur Riau tidak dilaksanakan digedung DPRD Provinsi dan menghabiskan anggaran 1,7 M ?
Setuju0%
Tidak0%

Sabtu, 01 Februari 2014

SETAN & ORGANISASI

Dari Sebuah Buku Bacaan
Alkisah Tuhan memanngil para setan untuk menghadap. Didepan para setan Tuhan memberi teguran keras karena mereka bertindak berlebihan terhadapa manusia. Gara-gara godaan setan yang kelewat dosis, manusia mulai hidup berlebihan. Manusia tidak hanya suka berfoya-foya diatas penderintaan sesama, lupa orang tua, tetangga, dan kemanusian, tetapi yang lebih parah mereka sudah berani menghujat dan melupakan Tuhan.

Mendapat teguran keras seperti itu para setan mengajukan protes atau keberatan. Mereka mengatakan bukankah Tuhan sendiri yang menugaskan para setan untuk menggoda manusia yang lemah. Kalau Tuhan sudah tidak menghendaki para setan menggoda manusia, mereka akan menghentikan tugasnya.
Mendengar protes itu Tuhan menyatakan bahwa benar tugas para setan memang untuk menggoda dan menguji manusia. Namun, sejauh ini para setan dinilai sudah bertindak amat berlebihan. Hal ini bisa dilihat dari semakin banyaknya manusia yang sudah melupakan Tuhan, bertindak kejam pada sesama dan bahkan jauh lebih jahat bila dibandingkan dengan para setan itu sendiri. Karena dianggap sudah berlebihan itulah para malaikat mengajukan usul agar Tuhan menurunkan utusuan-nya ke dunia  sehingga manusia punya bekal iman kuat dan tidak mudah terkena godaan setan. Namun, sebelum utusan itu diturunkan, Tuhan ingin mendengarkan pandangan para setan. Untuk itulah mereka dikumpulkan.

Mendengar rencana Tuhan itu, mendadak ruangan menjadi bising. Hujan interupsi mewarnai pertemuan. Intinya oara setan keberatan dengan rencana itu. Sebagai Maha Demokrat Tuhan Cuma tersenyum tenang. Dengan penuh wibawa Tuhan mengingatkan para setan untuk tetap tenang. Tuhan juga memberi waktu kepada setan untuk berunding secara internal kemudian rapat pun diskors satu jam.

Setelah skors tersebut dicabut, rapat dibuka kembali. Betapa kaget para malaikat yang ikut hadir dalam rapat. Suasana telah burubah drastis. Bila semula rapat panas penuh interupsi sekarang terlihat adem ayem saja. Bahkan, wajah para setan terlihat ceria tanpa beban. Mereka tersenyum tanpa henti.

Tuhan yang memahami perubahan ini hanya tersenyum saja. Sementara para malaikat bertanya-tanya. Kemudian Tuhan bertanya kepada para setan apakah mereka tetap dan masih keberatan dengan rencana menurunkan para utusan guna membela, mendampingi dan memperkuat iman manusia?

Para malaikat menjadi kaget kala para setan mempersilakan Tuhan melaksanakan rencana menurunkan para utusan ke dunia itu sesegera mungkin. Dengan nada sombong para setan menyatakan bahwa itu persoalan kecil yang gampang diatasi.

Tuhan yang Maha Tahu sudah maklum dengan apa yang ada dalam benak para setan. Rapar pun kemudian ditutup dan persiapan untuk menurunkan para utusan Tuhan ke dunia mulai dilakukan. Para setan pun kembali ke pos mereka masing-masing.

Mendengar cerita muridnya, sang guru tersenyum  dan bertanya, “Dari mana kamu dapat cerita itu? idemu sendiri?

“Bukan Guru, bukan ide saya. Itu cerita teman saya. Dia sendiri juga mendapatkannya dari orang lain. Apakah Guru pernah mendengar cerita itu?

“Belum pernah. Tapi, meski ceritamu belum selesai, jangan kamu lanjutkan dulu. Aku mau mencoba menebak jalan akhir cerita itu,” kata gurunya.

Seperti biasa kalau sedang berpikir serius, Sang Guru menutup mata duduk didam dan sesekali keningnya berkerut. Sang muridpun ikut diam dan menunggu dengan sopan.

Tiba-tiba Sang guru bergumam, “Yang jelas para setan merasa tenang karena sudah menemukan cara menangkal, Yah....yah....yah....cara menangkal, cara menangkal.”

Sang murid dengan sopan tetap diam menunggu.

Setelah jeda sejenak, sang guru kemudian membuka mata dan berkata, “Muridku, kalau aku tidak keliru, para seta n itu menemukan cara menangkal dengan menggunakan politik fitnah dan adu domba untuk mengotak-ngotakkan manusia. Meski manusia sudah mendapat bekal penguatan dara para utusan Tuhan, namun karena sebagian besar dari mereka dasarnya memang lemah, sombong, mau menang dan merasa benar sendiri, para setan dengan sangat mudah mengadu domba mereka, baik antar individu maupun antar kelompok.”

“wah, wah luar biasa. Guru dapat dengan cepat menemukan esensi jawabanya. Ya, memang dari hasil rembugan internal para setan saat rapat diskors,  muncul ide untuk mengadu umat manusia lewat organisasi. Kenyataan yang kini terjadi, mirip-mirip seperti itu. Bukan sajaantar kelompok besar, tetapi antar kelompok kecil dalam kelompok besar. Berbeda sedikit dalam hal pandangan, kecewa sedikit merasa lebih mampu, lebih kaya, lebih hebat atau karena tidak lagi berkuasa, kalah dalam pertarungan organisasi, lantas mereka membuat kelompok sendiri tak terima akan kekalahannya. Jadi, setan telah menggunakan organisasi, yang tujuan sebenarnya dalah untuk menyatukan, menjadi ajang baku hantam.”
Ha..ha..ha, meski agak nakal dan tentu saja fiktif, namun cerita itu memang sangat cerdas, inspiratif dan kontekstual. Si penggagas cerita sungguh-sungguh pandai dan telah merenungkannya dalam-dalam, “komentar Sang guru bijak.

“Ya Guru. Itulah potret riil kita saat ini. Ajaran yang mulia, oleh nafsu manusia, bisa diselewengkan jauh dari hakikinya. Akhirnya ajaran yang semula diturunkan untuk kebaikan manusia, malah acap kali disalahgunakan sehingga akhirnya menimbulkan persoalan baru yang lebih rumit.”

“Organisasi bukanlah tempat untuk bertikai hingga merusak ukhuwah. Organisai itu untuk berhimpun mencapai tujuan. Organisasi itu alat perjuangan. Oleh karena ia adalah alat perjuangan maka bukan menjadi tujuan. Ke Egoan dan keangkuhan hanya akan menjadikan organisasi kerdil dan tak bermakna”
Salamat merenungkan !!!
Bahan bacaan 5 matahari
Dibaca dan ditulis oleh: Ary Nugraha S.IP